Minggu, 21 April 2013

TECHNOPRENEUR UNTUK PERTANIAN INDONESIA





Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam dan hasil pertaniannya. Berbagai hasil pertanian mulai dari tanaman perkebunan, hortikultura, sayur-sayuran, buah-buahan, hingga hasil hutan dapat dihasilkan oleh Indonesia. Indonesia sendiri mampu mengekspor beberapa produk pertaniannya meskipun beberapa diantaranya masih ada yang diimpor dikarenakan jumlah produksi yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi seluruh masyarakat Indonesia. 

Sampai saat ini, Indonesia hanya mampu mengekspor bahan mentah saja dan nilai tambahnya diterima oleh Negara lain. Sebagai contoh, Indonesia hanya mampu mengekspor singkong tanpa diolah. Singkong yang dikenal sebagai makanan kampungan dan hanya kita kenal sebagai bahan pangan saja, ternyata memiliki nilai tambah yang luar biasa. Di Jepang, singkong dapat diolah menjadi minuman “sake” yang tentunya memiliki harga jual yang lebih tinggi. Bahkan di Negara lain, singkong bisa dijadikan obat-obatan antibiotik. Bayangkan saja jika kita menjual singkong ke luar negeri dengan harga 1000 rupiah per kilogramnya. Kemudian di Negara lain, 1 kilogram singkong tersebut dapat diolah menjadi sebotol antibiotik dan kita misalkan antibiotik tersebut dijual dengan harga 15.000 rupiah per botolnya. Berapa nilai tambah dan keuntungan yang didapatkan Negara lain dari singkong ini? Tentunya akan sangat tinggi. Dan yang lebih mirisnya lagi, antibiotik tadi kembali diekspor ke Indonesia dengan harga yang lebih tinggi lagi, padahal bahan baku awalnya berasal dari Negara kita. 

Fenomena yang diceritakan di atas bukan hanya untuk singkong saja, melainkan masih banyak produk pertanian lainnya. Karena itulah sangat dibutuhkan seorang technopreneur yang handal dalam bidang pertanian. Technopreneur yaitu seorang wirausaha yang berbasis teknologi. Bayangkan saja betapa kayanya Indonesia ini dan betapa makmurnya rakyat Indonesia jika Indonesia bisa menghasilkan berbagai produk sendiri, terlebih lagi kita sudah memiliki berbagai bahan bakunya sendiri tanpa perlu mengimpor dari Negara lain. Bukan hanya produk pertanian saja yang bisa memiliki nilai tambah, bahkan saat ini limbah dari produk pertanian itu sendiri juga bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa.

Dalam hal ini saya akan mencontohkan sebuah teknologi yang telah diciptakan oleh Negara China dimana Negara ini membuat sebuah alat canggih yang dapat mengubah limbah suatu produk pertanian menjadi sesuatu yang bermanfaat. Teknologi ini dinamakan greenware. Teknologi ini memanfaatkan limbah berupa serbuk dari kelapa sawit dan dapat dijadikan styrofoam. Alat ini sangat canggih karena bisa menghasilkan styrofoam dengan cepat. Styrofoam yang ada saat ini sangat tidak ramah lingkungan dan membutuhkan waktu yang lama untuk diuraikan. Styrofoam yang berasal dari limbah serbuk kelapa sawit ini tentu saja akan ramah lingkungan. Namun sangat disayangkan Indonesia belum memiliki teknologi tersebut. 

Lihatlah betapa sangat dibutuhkannya teknologi dalam bidang pertanian ini. betapa kayanya Indonesia ini jika memiliki technopreneur-technopreneur yang sadar akan hal ini. Indonesia akan sangat kaya dan betapa banyaknya rakyat yang akan hidup sejahtera jika Indonesia mampu menciptakan teknologi untuk bidang pertanian dan menciptakan berbagai macam produk yang berasal dari pertanian termasuk limbahnya. Semoga kelak akan ada technopreneur-tecnopreneur yang mampu menciptakan teknologi-teknologi canggih untuk kemajuan Indonesia itu sendiri.

_Nurul Utari_


link MBA ITB

fanpage lomba MBA ITB