Selasa, 27 Desember 2011

Penggunaan media massa dalam penyuluhan pertanian

Jika membicarakan penggunaan media massa dalam penyuluhan, yang patut dipertimbangkan adalah peranan dalam program penyuluhan dan penggunaannya secara efektif. Yang penting adalah efek yang diharapkan dan cara menggunakannya untuk menjamin agar arti pesan menjadi jelas. Surat kabar, majalah, radio dan televisi merupakan media yang paling murah untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Walaupun demikian, perlu diamati pengaruhnya sebelum diputuskan penggunaanya dalam penyuluhan. Media penting untuk menyadarkan akan adanya inovasi disamping untuk mendorong minat. Walaupun demikian, media tampaknya hanya menunjukkan bahwa media massa dapat mempercepat proses perubahan, tetapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam perilaku.

Media massa dapat memenuhi beberapa fungsi di dalam masyarakat dan turut berperan mengubah masyarakat tersebut yang mencakup:

  1. Menentukan Jadwal Diskusi Yang Penting

Sebagai contoh, media memberi perhatian terhadap masalah yang dihadapi masyarakat saat terjadi kelaparan dan usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasinya. Majalah pertanian dan program siaran radio pedesaan juga dapat memainkan peran penting dalam mendorong petani untuk membicarakan masalah demikian dengan penyuluh / pemuka desa.

2. Mengalihkan Pengetahuan

Pengetahuan akan berhasil dialihkan bilamana sesuai dengan kebutuhan. Gagasan baru yang disebar melalui media lebih cepat diterima jika berkaitan dengan pengetahuan yang ada, daripada melakukan modifikasi terhadap pengetahuan. beberapa macam pengetahuan dapat dialihkan melalui media, sedangkan pengetahuan dan keterampilan yang lain tidaklah demikian.

3. Membentuk dan Mengubah Pendapat

Media massa dapat memainkan peran penting dalam mengembangkan pendapat bila anggota masyarakat belum memiliki pandangan yang kuat mengenai isu tertentu. Media juga akan memperoleh pengaruh penting dalam perubahan pendapat bila posisi yang diajukan hanya berbeda sedikit dengan pendapat baru.

4. Mengubah Perilaku

Media massa dapat digunakan untuk mengubah pola perilaku, terutama yang kecil dan relatif kurang penting, atau perubahan untuk memenuhi keinginan yang ada. Periklanan sangat berhasil dengan cara ini.

Secara umum pemanfaatan media dalam meningkatkan kompetensi penyuluh pertanian terbilang rendah. Secara khusus meskipun tingkat pendidikan formalnya tinggi, namun pemanfaatan media massa rendah, disebabkan oleh keterbatasan dalam kepemilikan media komunikasi dan informasi, dan kurang maksimalnya dukungan keluarga.

Rendahnya pemanfaatan media massa terutama dalam pemanfaatan koran, buku, radio, dan internet. Pemanfaatan majalah dalam katagori sedang, sedangkan televisi meskipun pemanfaatannya tinggi tetapi subtansinya kurang sesuai dengan kebutuhan penyuluhan.

Pemanfaatan media terprogram dalam katagori sedang. Hal ini terlihat dari pertemuan antar penyuluh tinggi, namun pemanfaatan media terprogram lainnya yaitu pelatihan dan pendidikan formal lanjutan rendah. Meskipun tingkat pendidikan formal tinggi, namun pemanfaatan media rendah, tidak sebanding dengan tuntutan klien yang terus meningkat. Rendahnya pemanfaatan media lingkungan ini terutama terjadi dalam mengamati lingkungan alam dan lingkungan usaha pertanian, sedangkan pendalaman inovasi mandiri dalam katagori sedang.

Kompetensi penyuluh pertanian tergolong rendah, terutama dalam : pengelolaan kewirausahaan, pengelolaan pembaharuan, dan pemandu sistem pengelolaan pelatihan, pengelolaan pembelajaran, dan pengelolaan komunikasi inovasi termasuk dalam katagori sedang.

Kompetensi penyuluh ini dipengaruhi oleh rendahnya intensitas pelatihan dan lemahnya dukungan lembaga penyuluhan dalam menciptakan lingkungan kondusif untuk belajar. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kompetensi ini adalah pendalaman inovasi mandiri, motivasi, pemanfaatan majalah, pertemuan antar penyuluh, dan umur penyuluh yang mendekati pensiun (tua).

Strategi pengembangan kompetensi penyuluh pertanian berbasis pemanfaatan media ditempuh melalaui pemanfaatan media massa, media terprogram, dan media lingkungan secara terpadu dan saling melengkapi. Media massa yang digunakan yaitu majalah yang secara berkelanjutan subtansinya sesuai dengan penyuluhan dan melalui siaran televisi yang dirancang khusus untuk pembangunan perdesaan.

Pemanfaatan media terprogram ditempuh melalui pendekatan-pendekatan : peningkatan pendidikan formal lanjutan, peningkatan intensitas pertemuan, serta peningkatan intensitas dan kualitas pelatihan. Pemanfaatan media lingkungan ditempuh melalui pengkondisian lingkungan yang kondusif yaitu memfasilitasi kemudahan penyuluh dan partisipasi petani untuk melakukan uji coba inovasi dan memanfaatkan berbagai media belajar untuk pendalaman inovasi.

Penelitian yang dilakukan menghasilkan temuan bahwa di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, peningkatan kompetensi penyuluh tidak cukup hanya mengandalkan media terprogram (pendidikan formal atau pelatihan konvensional) saja, akan tetapi perlu memanfaatkan media massa dan media lingkungan. Ternyata media yang paling kuat mempengaruhi kompetensi penyuluh adalah media lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih mendalam terutama tentang karakteristik dan model pemanfaatan media lingkungan dalam mempercepat peningkatan kompetensi penyuluh.

Terkait tingginya potensi media televisi sebagai media yang dapat digunakan untuk peningkatan kompetensi penyuluh, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama secara operasional tentang pengembangan subtansi dan format acara, sistem penyiaran, dan kerjasama yang bisa saling menguntungkan berbagai pihak terkait dalam pengembangan siaran televisi pembangunan perdesaan. Hasil penelitian ini diketahui pula masih ada variabel-variabel lain yang belum dimasukkan dalam model tersebut. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sasaran yang lebih luas.

Kesadaran penyuluh perlu ditingkatkan untuk terus belajar dalam meningkatkan kompetensinya sesuai tuntutan masyarakat. belajar adalah tuntutan profesi bagi penyuluh pertanian. Belajar ini tidak hanya melalui pendidkan formal atau pelatihan saja, tetapi banyak media lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan penyuluh, terutama media massa dan media lingkungan.

Selain itu penyuluh perlu lebih peka membaca kebutuhan lingkungan. Materi penyuluhan tidak hanya didasarkan pada hasil penelitian atau inovasi saja, tetapi perlu diselaraskan dengan kebutuhan dan potensi petani di lapangan.

Minggu, 13 November 2011

Revolusi Hijau

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini. Revolusi hijau diawali oleh Ford dan Rockefeller Foundation, yang mengembangkan gandum di Meksiko (1950) dan padi di Filipina (1960).Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras. Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur.Gerakan ini berhasil menghantarkan Indonesia pada swasembada beras.

Revolusi hijau di Indonesia

Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara berkembang dan Indonesia dijalankan sejak rezim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 19841989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan. Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965.

Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting: penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.

Dampak positif revolusi hijau

Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada.

Permasalahan dan dampak negatif

1.Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.

2.Penurunan keanekaragaman hayati.

3.Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.

4.Penggunaan peptisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.

Indonesia baru mengetahui dampak dari revolusi hijau baru-baru ini, sedangkan Negara luar yang dulunya mengembar-gemborkan revolusi hijau, justru telah mengetahui dampak dari penggunaan pupuk anorganik dan pestisida. Disaat Indonesia bangga dengan pertaniannya yang subur, negara lain malah justru tertawa atas kebanggan kita. Kita dianggap bodoh dan mereka sengaja membiarkan kita agar sektor pertanian kita jatuh. Saat ini, Indonesia kembali menggunakan bahan-bahan organik, namun Negara-negara lain tidak mau lagi memakai produk Indonesia karena mereka tahu, walaupun Indonesia sudah menggunakan bahan-bahan organic, namun tanah tempat penanaman masih tercemar bahan-bahan anorganik terdahulu dan butuh waktu yang cukup lama untuk menghilangkannya.

INDONESIA ADALAH NEGARA YANG KAYA. NAMUN SANGAT KURANG SEKALI INFORMASI YANG DI DAPAT, SEHINGGA KITA KETINGGALAN ZAMAN DARI NEGARA-NEGARA MAJU.

SUATU HARI NANTI INDONESIA AKAN BISA KEMBALI MENJADI SWASEMBADA.